Kisah Adipati Karna "Dharma itu Pelik"
KawandNews.com-Sekali waktu, para Brahmana dan para Ksatria yang berbeda kasta itu bisa
duduk bersama membicarakan Dharma; kepada siapa ‘kita’ memihak di dalam hidup
ini? Dalam Bharatayudha, Brahmana itu bisma, Mahayogi dari padepokan Talkandha.
Kstaria itu bernama Karna alias Suryatmaja, adipati Awangga. Berkat
kewaskitaannya, Bisma mengerti akan jalan nasib dan kehidupan manusia. Ia paham
Bharata yudha harus terjadi, karena Bharatayudha bukan urusan manusia,
melainkan takdir para Dewata. Tapi Bisma sama sekali tak tahu mengapa Karna,
seorang Ksatria dan keluarga Pandawa bersedia membela Kurawa memihak pada yang
salah yang merusak tatanan jagat raya? Setiap membicarakan perkara
Bharatayudha, Karna selalu sejalan dengan Patih Sengkuni, yang berpendapat
bahwa Bharatayudha harus terlaksana . jumlah keluarga Kurawa seratus, didukung
raja-raja seribu Negara besar, dan keluarga pandawa hanya lima, didukung
beberapa Negara kecil.
"Mana mungkin kita yang seratus orang jumlahnya kalah melawan para Ksatria
yang hanya lima gelintir itu?" kata Sengkuni membesarkan hati sang Raja
Duryudhana yang bermaksud mengankangi hak waris keluarga Pandhawa atas separuh
negri Astina dan negri-negri lain milik Pandhawa.
Bisma mengerti motif Sengkuni : kedudukan dan materi, kalau Kurawa menang
dia akan jaya dan tetap menduduki posisi sebagai patih dengan fasilitas materi
yang melimpah, tapi apa motif Karna ? Bisma tak pernah tahu Karna pernah
berjanji pada rajanya, bila perang meletus, dia akan membelanya, hanya itu.
Bisma tak tahu perkara lebih mendalam, yang disampaikan Karna pada Krishna
ketika ia dibujuk memihak keluarga Pandhawa. “ aku iri pada adikku, Arjuna.
Posisi politiknya jelas, stautu rohaniahnya terang benderang. Dia Ksatria dan
membela di pihak yang benar. Sedangkan posisiku sulit dan mungkin tak ada yang
bakal memahaminya, karena aku seolah membela Kurawa, pihak angkara yang jelas
salah”. Kata Karna
“ seolah? Bukankah kau memang membela mereka yang salah dan bukan sekadar
seolah – olah?” Tanya Krishna.
“Apa Engkau juga seperti orang lain, Krishna? Engkau titah Waskita, titisan
Dewa Wishnu bertanya mengenai hal yang sama?” kata karna
“ Aku tak mengerti sikapmu karena aku memiliki pamrih mengajakmu memihak
Pandhawa. Mungkin aku telah di butakan pamrihku sendiri.” Kata Krishna
“ ketahuilah wahai Krisna. Aku tak sama dengan patih Sengkuni yang memihak
Kurawa demi pamrih duniawi. Aku seolah memihak Kurawa, seolah aku menolak
memihak yang benar. Disini keruwetannya sebuah Dharma. Aku memihak Kurawa
karena aku yakin kejahatan mereka hanya bisa di basmi dengan cara membiarkan
mereka semua punah dalam keganasan perang. Takdir Dewata sudah jelas,
Bharatayudhalah tempat membasmi angkara murka. Tapi tanpa dukunganku, raja
Duryudhana tak akan berani melawan Bima. Maka aku besarkan hatinya supaya
perang segera meletus dan Kurawa hancur di medan Kurusetra, dan Aku ? engkau
tahu Krishna, bahwa Dewa pun masih membutuhkan tangan manusia yang bersedia
tampil jahat, dan Akulah manusia itu. Demi kebenaran aku korbankan nama baikku
dan hidupku. Sebelum raja berperang aku akan sudah disoraki sebagai pengkhianat
dan gugur di tangan Arjuna.”
Karna berhenti sejenak, Kemudian melanjutkan lagi, “ Krishna, aku tahu
engkau takut aku membunuh Arjuna bukan ? maka kini ku tegaskan, Arjuna akan
Jaya, dan aku akan binasa di medan Kurusetra tapi aku tak peduli, Krisna.
Dharma memang pelik, dan aku tak peduli disebut pengkhianatat.”
Krisna bungkan seribu
bahasa dan Karna benar. Dharma memang pelik.
Posted by Unknown
on 02:57. Filed under
Top Stories
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response