Tari Tatag De Penyawo, kisah Manusia Suku Dayak
Tari Tatag De Penyawo karya
Usman Najrid Maulana asal Tarakan, Kaltim ini merupakan karya tari sebagai
syarat kelulusan Sarjana seni di perguruan tinggi seni Yogyakarta. Pementasan
yang di hadiri ratusan penonton ini memadati auditorium Tari FSP ISI Yogyakarta
pada hari kamis 11/07/2013. Kemampuan menari tarian Dayak sekaligus
kecermatan menggunakan busana adat dalam sebuah pementasan tari merupakan
konsep dasarnya. Tarian Dayak yang ditampilkan Usman adalah tari Dayak dengan
motif gerak berjalan tari ‘Hudoq Kita’. Keahlian mengenakan busana adat Dayak
terlihat ketika diatas panggung, seorang penari merepresentasikan sosok
manusia yang lahir telanjang lalu mengenakan busana penutup bagian tersembunyi
tubuh (cang cut) dengan cermat diatas panggung. Menurut koreografernya, judul tari Tatag De Penyawo diambil dari
bahasa Suku Tidung, Tatag berarti hilang, De Penyawo artinya rasa dari hati
yang paling dalam. Jadi arti dari Tatag De Penyawo adalah rasa kehilangan yang
dalam dari lubuk hati yang terdalam. Tari Tatag De Penyawo terinspirasi dari
seni pertunjukan ritual ‘Hudoq Kita’, ritual tari yang menggambarkan Dewa-Dewi padi
datang pada saat upacara ‘Pelas Tahun’ atau kegiatan pengucapan terima kasih
kepadaTuhan setelah panen raya. Konsep koreografi ini berasal dari ide
atau gagasan yang muncul dari diri penata tari berdasarkan pengalaman empiris
mengenai identitas Dayak. Penata merupakan keturunan Suku Dayak Tidung yang
menganut agama Islam, tidak sesuai ajaran-ajarannya yang sangat bertentangan
dengan kebudayaan tradisi Dayak. “Penata mempunyai keinginan tetap
menjaga dan melestarikan tradisi Dayak yang selalu muncul dalam diri.
Kegelisahan tentang dilema antara agama yang dianut dengan tradisi Dayak itulah
yang menjadi ide dasar koreografi ini,” Jelas Usman setelah pementasan.
Tari Tatag De Penyawo
diawali dengan adegan introduksi menggambarkan dayak dengan agama adatnya
(Kaharingan) dan ‘bedindang / baindangsansana Malahoi,’ Atau melakukan doa suci
kepada Dewa langit. Kemudian adegan pertama menggambarkan proses dan
perjalanan hidup manusia. Proses kehidupan ditampilkan dengan adanya kehidupan
baru yang diawali dengan sperma membuahi indung telur lalu menjadi bayi. Pada
masyarakat adat Dayak Hudog (topeng) biasa ditarikan oleh wanita dengan
menggunakan topeng cantik dari anyaman manik-manik berbentuk cadar
menggambarkan manusia sebagai simbol kebaikan. Namun pada karya tari
Tatag De Penyawo ini, tarian Hudog Kita ditampilkan penari pria. Argumentasi
Usman, adalah ia ingin menampilkan dua tubuh sekaligus, tubuh laki-laki dengan
rasa feminim. “Hudoq merupakan salah satu ciri khas dan identitas
masyarakat Dayak,” kata Usman. Kemudian dalam proses koreografinya penata
membuat topeng baru yang diberi nama Hudoq Kublo. Kublo berasal dari suku
Tidung yang berarti cadar. Koreografi yang menampilkan Hudog Kita dan
Hudog Kublo hadir pada bagian tari ketiga. Adegan kedua tarian ini diawali
dengan penari turun dari atas panggung dengan kain menggambarkan manusia dalam
rahim dalam keadaan telanjang atau suci dan dihadapkan dengan realita
kehidupan. Lalu manusia itu lahir memakai busana kemudian bergerak
meraih Hudoq Kublo yang juga diturunkan dari atas panggung. Adegan ketiga
menampilkan tari Hudoq Kita menggambarkan identias Dayak melalui warna-warni
yang menjadi simbol kehidupan, disimbolkan dengan kain warna-warni beras
pada sesaji. Pada adegan ketiga ini, kembali ditampilkan adegan memakai
busana cawat (cang cut) sambil menari.
Posted by Unknown
on 15:05. Filed under
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response