Pacaran Lebay di Ruang Publik | Motivasi dan Inspirasi
KawandNews.com - Pantai Selatan. Sebutan yang langsung atau tidak mengarahkan alur pikiran kita tentang sisi mistik. Banyak kisah maupun sejarah yang turut menghiasi pantai yang terletak di selatan Pulau Jawa ini. Tak ketinggalan pula sisi mistik yang tereksplorasi sedmikian rupa hingga menginspirasi sejumlah sineas untuk menggarap film dengan latar belakang pantai tersebut. Nyi Blorong, Nyi Roro Kidul, kanjeng Ratu Kidul, Hantu Pantai Selatan, dan sejumlah tema yang lain. Ini berbeda dengan Pantai Utara Jawa yang identik dengan jalur yang selalu macet setiap kali mudik Lebaran. Meskipun sebenarnya juga tersimpan kisah-kisah mistis.
Sedangkan dari sisi budaya, sejumlah titik di pantai tersebut tak jarang menjadi tempat digelarnya sejumlah ritual. Namun, kali ini saya tidak akan bicara lebih panjang mengenai sisi mistik maupun budaya di pantai tersebut, melainkan pemanfaatan dan penjagaan aset wisata yang tentu saja menguntungkan bangsa ini.
Karena saya lahir di Solo, saya hanya akan sedikit menggambarkan tentang pantai selatan yang pernah saya singgahi. Nah, kali pertama mengenal pantai selatan, mungkin bagi saya dan warga Solo maupun Yogyakarta memiliki rekaman ingatan yang sedikitnya sama, yakni Parangtritis, Parangkusumo, Parangendog, Baron, Krakal, dan Kukup. Nama-nama tersebut hingga kini masih popular di kalangan masyarakat, bahkan tak jarang menjadi usulan pertama pada sebuah perencanaan wisata.
Indonesia ini kaya akan obyek wisata, khususnya Pulau Jawa, pantai salah satunya. Masih banyak obyek-obyek wisata yang sebenarnya tidak kalah dengan sejumlah obyek wisata yang popular di kalangan masyarakat. Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri ada banyak pantai yang belum begitu popular. Seperti Pantai Ngrenehan Gunung Kidul, Pantai Bugel-Kulonprogo, Pantai Goa Cemara-Bantul, Srandak’an dan masih banyak lagi. Sedangkan di Wonogiri, ada Pantai Nampu, Sembukan, dan Paranggupito yang masih terkenal asri, bahkan perawan, alias belum terjamah oleh hiruk pikuk bisnis yang terkadang berdampak buruk bagi kelestarian alam di sekitarnya.
Secara geografis, keberadaan pantai selatan sebagian besar bisa dinikmati dengan harus menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan. Perbukitan seribu dan keterbatasan fasilitas akses transportasi bisa jadi menjadi penghalang minat plesir. Hal ini berbeda bagi orang-orang yang berjiwa muda. Justru tertantang untuk menjelajah liku-liku perjalanan untuk menyibak perbukitan selatan hingga menuju puncak keindahan, yaitu pantai.
Keberadaan secara geografis ini pulalah yang sepertinya menyebabkan keengganan pihak pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada. Entahlah karena tradisi, dan kebiasaan kalangan priyayi pegawai negeri yang sok mriyayeni, yang ogah-ogahan menggagas program untuk membangkitkan sektor wisata. Ada banyak alasan tentunya, besarnya anggaran, minimnya sumber daya manusia, dan alas an tetek bengek lainnya.
Namun, itu juga belum selesai karena jika pun terjadi efek populis, pengelolaan terhadap pemeliharannya pun sebagian masih keteteran dengan kebiasaan malas sejumlah pengunjung. Bukan tak lain adalah kebiasaan merawat dan melestarikan. Belum juga pemanfaatan tempat wisata yang semula mejadi ruang publik, justru menjadi ruang privasi. Salah satunya adalah tidak malu-malu pasangan kekasih beradegan mesra di muka para umum, di depan para wisatawan. By.MisterSkin