Perselingkuhan: Merusak Tapi Dapat Dipulihkan
kawandnews.com : Ibarat
bom, perselingkuhan punya daya rusak luar biasa. Secara psikologis,
perselingkuhan telah menghancurkan fondasi utama sebuah pernikahan
yaitu: kepercayaan. Sekaligus menimbulkan murka Allah karena telah
merusak perjanjian kudus yang telah dimeteraikan oleh Tuhan.
Sejak
semula, Allah telah menetapkan satu perempuan untuk satu laki-laki.
Namun, dalam perjalanannya tidak mudah untuk mewujudkan itu. Alkitab
menunjukkan, tak sedikit orang saleh yang jatuh dalam godaan itu. Daud,
misalnya. Figur yang sangat sempurna dalam kesalehan. Hanya karena
mengintip dan menikmati lekukan indah tubuh Betsyeba, akhirnya dia jatuh
ke perzinahan. Samson, hakim paling kuat yang dimiliki oleh Israel
akhirnya juga menyerah dalam pelukan Delilah.
Semenjak jatuh ke
dalam dosa, manusia menjadi sangat sulit mempertahankan kesetiaan. Maka,
tidak ada satu pun pernikahan di bumi ini yang kebal terhadap
perselingkuhan. “Tidak peduli seberapa kuat kondisi rohani Anda, kalau
tidak hati-hati Anda bisa jatuh dalam jebakan perzinahan ini. Tidak ada
orang yang kebal. Itu sebabnya Yesus mengingatkan kita untuk berdoa dan
berjaga-jaga supaya tidak jatuh dalam pencobaan,” ujar Gerry Pakke, BBA,
MACM (36), pembicara nasional Christian Men’s Network.
Dalam
pandangan Pdt. Dr. Jonathan Trisna (64), semua itu tak lain adalah hasil
usil si Iblis. ”Iblis berperan besar dalam jatuhnya Hawa ke dalam
dosanya lalu disusul Adam. Tetapi setelah itu ada karakter dari manusia
itu sendiri sehingga menjadi lebih buruk dan menggunakan pembenaran
untuk segala perbuatannya,” terang dosen Seminari Bethel itu.
Apa itu Perselingkuhan?
Sepanjang
masih ada pernikahan penyelewengan juga akan terjadi. Berdasar data
survei perilaku seks masyarakat Indonesia (Februari 2009), 64% laki-laki
pernah berselingkuh di hidupnya. Dan 32% perempuan pernah menyeleweng.
Apakah perselingkuhan itu? Kalau baru sekadar bertemu, ngobrol tanpa
nge-seks apakah termasuk berselingkuh? Dono Baswardono dalam Antara
Cinta, Seks dan Dusta (Galang Press, 2003) mengatakan penyelewengan
terjadi bila dua orang terlibat hubungan seks dan emosional di mana
salah satu diantaranya sudah menikah atau menjalin hubungan (punya
komitmen) dengan orang lain.
Dengan begitu, berselingkuh tidak
hanya bisa dialami oleh pasangan yang sudah menikah tetapi juga yang
baru pacaran, bertunangan atau hidup bersama alias kumpul kebo.
Main-main dengan PSK, kencan semalam pun sudah termasuk menyeleweng.
Begitu pun yang disebut kontak seksual. Tidak melulu harus terjadi
persenggamaan, ciuman, cumbuan, petting dengan atau tanpa orgasme juga
bisa dianggap selingkuh.
Dalam tataran sosiologis,
perselingkuhan makin marak terjadi antara lain adalah karena kontrol
sosial yang makin luntur. ”Padahal, kontrol sosial itu menjadi kunci
utama supaya keluarga itu tetap utuh. Namun yang terjadi sekarang, malah
semakin luntur,” jelas Victoria Sundari Handoko, MA (38), Dekan
Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Laki-laki: Seks, Perempuan: Ingin Dicintai
Bicara tentang perselingkuhan, kita selalu tiba pada pertanyaan
mendasar.
Mengapa orang terjatuh dalam perselingkuhan? Ada banyak pembenaran.
Tapi intinya satu: ketidakmampuan untuk mensyukuri apa yang dimiliki
sehingga merasa ada yang kurang dalam perkawinan mereka.
”Karena
merasa ada yang berlubang, mereka berusaha menambalnya. Dan tambalan itu
dicarikan dari pihak luar, dari orang ketiga, dari wanita/pria idaman
lain. Lubang itu tadinya dirasa kecil saja, tetapi begitu hubungan
dengan WIL/PIL makin dalam, lubang itu terasa makin menganga lebar,”
tulis Dono Baswardono, MA, Ph.D (45), konselor yang banyak menangani
kasus perselingkuhan melalui email.
Mayoritas pria, lanjut Dono,
merasa bahwa lubang itu adalah kemesraan, gairah yang meledak-ledak.
Motivasi pria berselingkuh adalah hubungan seks. “Dan memang jika
ditanya, para pria ini akan menjawab kalau mereka merasa istrinya kurang
pintarlah, tak bisa mengikuti pikirannyalah, dsb. Tetapi, dalam
pembicaraan yang lebih dalam, akhirnya mereka mengakui bahwa
‘kecerdasan’ yang dicarinya itu teraktualisasikan dalam hubungan dan
perilaku seks. Sementara mayoritas wanita peselingkuh beralasan karena
kurangnya “rasa dicintai,” terang doktor lulusan ilmu politik dari
School of Economic Development, Southern New Hampshire, Manchester, NH,
2004 ini.
Kebutuhan Semu
Namun, ibarat haus
minum sirup dari biang gula yang sangat manis, selingkuh tidak mampu
melepaskan dahaga. Berselingkuh tidak bisa memuaskan kebutuhan si
peselingkuh. Boleh jadi, keinginan-keinginannya terpenuhi tetapi
kebutuhan dasarnya tidak. Mengapa? “Kebanyakan peselingkuh itu
sesungguhnya “tidak mengenal dengan baik dirinya” sendiri. Itu sebabnya
mereka merasa kalau ada yang “salah” atau “kurang” dalam perkawinannya.
Mereka merasa punya satu atau sekian kebutuhan yang menurut mereka tidak
terpenuhi, padahal sesungguhnya tidak, “ tambah Dono yang juga managing
director Tabloid Mom&Kiddie ini.
Peselingkuh itu biasanya
ingin pasangannya berubah, padahal secara psikologis dia tidak mengalami
perubahan signifikan sehingga juga tidak membutuhkan pasangan yang
berubah. Ia juga punya standar atau parameter baru tentang apa itu
pernikahan bahagia. Sayangnya, standar yang itu diciptakan berdasar
ukuran dari luar rumah tangganya. “Bila tak segera menyadari akan apa
yang sejatinya ia butuhkan, selama hidup ia akan terperangkap dalam
lingkaran setan keinginan ini. Sayangnya, orang jarang menghabiskan
waktu sekian menit untuk menelisik diri sendiri tetapi mau berjam-jam
membongkar kelemahan pasangan kita,” tandas Dono tajam.
Dampak Perselingkuhan
Sesuatu
yang nampaknya nikmat tapi sebetulnya dampaknya sangat merusak,
begitulah perselingkuhan. Banyak keluarga hancur karena perselingkuhan.
Mengapa? Ibarat rumah, fondasinya telah rusak karena perselingkuhan
telah menggerus rasa percaya terhadap pasangan. Padahal, rasa percaya
itu adalah fondasi utama sebuah pernikahan. Kehilangan rasa percaya itu
akan berimplikasi panjang. “Seperti kalau orang tidak percaya lagi
kepada Tuhan, akan hilang segala rasa damai, tenang bahkan rasa percaya
pada diri sendiri. Kita berumah tangga karena kita saling percaya. Nah,
kalau salah satu selingkuh, kita seperti tinggal dan tidur bersama
seorang pencuri. Kita tidak pernah tahu kapan ia akan mencuri, bagaimana
caranya dan bahkan kita khawatir jangan-jangan ia nanti juga akan
membunuh (menceraikan) kita,” imbuh Dono.
Secara rohani,
implikasi dosa perselingkuhan juga sangat berat.”Karena itu sudah
melibatkan keberadaan kita seluruhnya, tubuh, jiwa dan roh. Dan, yang
paling Tuhan murka adalah karena kita berlaku tidak setia terhadap
covenant yang Dia meteraikan, “ jelas Gerry yang memperoleh gelar Master of Art in Church Ministry
(MACM) dari Institut Teologi dan Kejuruan Indonesia, Jakarta.
Pernikahan adalah suatu perjanjian/covenant yang dibangun di atas dasar
komitmen. Dan, karena salah satu karakter Tuhan itu adalah setia ( 2
Tim. 2:13), maka Dia sangat serius dengan kesetiaan dalam covenant
pernikahan.
Pemulihan Perselingkuhan
Meski
begitu tetap ada kemungkinan pernikahan bisa kembali kokoh paska
perselingkuhan. Kuncinya: pertobatan. ”Si peselingkuh minta maaf dan
yang dikhianati memaafkan. Ya, intinya sederhana: minta maaf dan memberi
maaf. Minta maaf akan membuat si peselingkuh merasa ringan dan damai
untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Memberi maaf akan membuat pihak
yang dikhianati terbebas dari rasa dendam sehingga ia bisa dengan nyaman
melangkah ke tahap perbaikan yang lebih detail,” terang Dono.
Bagi
yang dikhianati, mengampuni tentu akan terasa sulit. Membutuhkan waktu
panjang untuk memulihkan rasa sakit itu. ”Mengapa harus ada pengampunan?
Karena Yesus sendiri mengampuni kita dari dosa besar dengan
pengurbanannya di kayu salib. Jadi, diantara suami dan istri yang
selingkuh harus ada pengampunan supaya pasangan itu dapat memulai
lembaran baru,” tambah Jonathan Trisna.
Dan, itu bisa diperkuat
dengan bergabung dalam komunitas. ”Cari komunitas yang sehat yang
menunjang agar tidak kembali ke jalan yang lama,” ujar Gerry. Salah
satunya adalah Christian Mens Network (CMN). Jaringan pelayanan pria
Kristen yang didirikan alm.Dr. Edwin Louis Cole sejak 1979 itu telah
memberkati banyak pria. Mereka mengalami perubahan hidup dan pemulihan
pernikahan setelah mengikuti Camp Pria Sejati.
Ya, kendati tidak
ada satu pun yang kebal terhadap perselingkuhan bukan berarti keluarga
kita tidak bisa bebas dari perselingkuhan. Intinya sederhana: setia
terhadap komitmen dan terus mensyukuri kasih dan karunia Tuhan di dalam
keluarga.
(Sumber: Majalah Bahana, September 2009)
sekali selingkuh susah buat dipulihkan..
:(