Mitos dan Fakta Tentang Keberatan Nama Pada Bayi
KawandNews.com - Bagi kebanyakan orang awam, istilah Phenylketonuria (PKU) dan Maple Syrup Urine Disease (MSUD) mungkin masih asing di telinga. Jika ada bayi meninggal karenanya, kadang malah dikaitkan dengan mitos 'keberatan nama' atau efek imunisasi.
"Nggak ada yang tahu kan, kalau di kampung mungkin dikira 'keberatan nama'," kata Tubagus Uliarto (35 tahun) alias Uli, orang tua bayi pengidap MSUD pertama di Indonesia saat berbincang dengan detikHealth beberapa waktu lalu, seperti ditulis pada Rabu (3/9/2013).
Malika, anak ketiga Uli, meninggal saat berusia 3,5 bulan karena MSUD, kelainan metabolik langka yang hanya ditemukan pada 1 dari 100.000 kelahiran bayi. Meski Malika tercatat sebagai pasien pertama di Indonesia, diyakini 50 ribu bayi lain juga mengidap kelainan yang sama hanya saja tidak terdeteksi.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakit langka ini jugalah yang membuat Uli meyakini, penyakit ini perlu mendapat perhatian meski pengidapnya tidak sebanyak penyakit lain. Bisa jadi Malika bukan yang pertama, hanya saja yang sebelum-sebelumnya tidak terdeteksi dan akhirnya tidak tertolong.
"Kalau mau dibandingkan, dengan tumor batang otak misalnya, penyakit Malika ini mungkin tidak ada apa-apanya. Tapi masalahnya, MSUD ini kita nggak tahu. Mendeteksinya bagaimana, penanganannya.. Ini kan menyedihkan banget sebenarnya, karena kalau ketahuan sejak awal seharusnya fine-fine saja," kata Uli.
Pakar metabolisme anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang menangani Malika dan beberapa kasus MSUD lainnya, dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) membenarkan bahwa fasilitas untuk penyakit-penyakit langka semacam ini belum tersedia di Indonesia.
Skrining neonatus, yang dilakukan untuk mendeteksi kelainan-kelainan begitu bayi baru dilahirkan, baru tersedia untuk penyakit-penyakit tertentu yang memang bisa diobati. Penyakit metabolik langka seperti MSUD maupun PKU belum ada skrining di Indonesia karena fasilitas pendukungnya belum tersedia.
"Di luar negeri, pengidap MSUD banyak yang tumbuh normal sampai tua. Memang tidak benar-benar sembuh, tapi bisa dikontrol dengan asupan protein yang terukur dan rutin menjalani pemeriksaan kadar protein supaya jangan sampai keracunan. Nah, laboratorium untuk periksanya itu belum ada di kita," kata dr Damayanti.
Keluhan senada juga disampaikan oleh pakar neonatologi dari RS Cipto Mangunkusimo, dr Rinawati Rohsiswatmo, SpA(K) yang baru-baru ini merujuk bayi Janisha, pasien ketiga di Indonesia yang terdeteksi mengidap MSUD, kepada dr Damayanti. Menurutnya, tidak semua dokter cukup peka mengenali gejala penyakit ini karena memang kejadiannya terbilang langka.
"Di masyarakat, tahunya ya sakit lalu tahu-tahu meninggal. Lalu yang disalahkan, karena efek imunisasi misalnya," kata dr Rinawati yang menyarankan untuk waspada dan segera periksa bila bayi yang semula sehat, mendadak lemas, hilang kesadaran dan tidak mau minum atau menyusu.(detik.com)