Masalah Kehidupan Seks dan Kegiatan Seksual
KawandNews.com - Ada berbagai sebab pasangan yang baru atau sudah lama menikah memilih bercerai. Dari banyak sebab itu, mungkinkah masalah seks bisa menyebabkan pernikahan retak?
Sari Eckler Cooper, seoran terapis seks yang berpraktek di New York mengungkapkan cukup banyak pasangan yang menjadi pasiennya datang dengan kasus masalah di ranjang. Masalah mereka berbagai macam, ada yang istri merasakan sakit saat bercinta atau suami tidak bisa mempertahankan ereksinya. Pasangan yang datang berkonsultasi pada Sari biasanya sudah merasa depresi dan frustasi.
Dalam tulisannya di Huffington Post, wanita yang sudah 20 tahun berpraktek sebagai terapis seks itu mengungkapkan masalah seksual yang dialami tersebut pada akhirnya bisa menyebabkan pasangan berpisah. Ada proses yang dilalui hingga pasangan tersebut memilih bercerai.
Sari menuturkan, awalnya saat tahu ada masalah seksual, pasangan akan saling memahami dan bersimpati. Sayangnya rasa simpati itu kemudian diikuti dengan perasaan gelisah, saling menghindari atau malah menghentikan segala kegiatan seksual.
Pada akhirnya pasangan yang salah satu pasangannya memiliki masalah seksual, akan merasa kesepian, bersalah atau bahkan marah. Hal itu terjadi karena mereka menghindari aktivitas seksual yang biasanya membuat pasangan merasa lebih intim dan melepaskan stres.
Sari juga mengatakan, suami atau istri yang memiliki masalah seksual biasanya akan menjadi terlalu malu untuk minta bantuan profesional. Mereka juga merasa bersalah karena melakukan hal itu.
Sementara pihak suami atau istri yang tidak mempunyai masalah seksual merasa bersalah jika mereka terlalu sering mengajak pasangannya bercinta karena mereka tahu pasangannya itu kurang bisa maksimal. Pihak yang baik-baik saja ini juga merasa takut menyakiti pasangannya karena mengajak mereka melakukan hal yang sebenarnya dihindari.
Tak hanya itu, pihak yang baik-baik saja ini juga bisa merasa marah karena mereka sebenarnya berhak memiliki kehidupan seks. Mereka merasa kecewa karena pasangannya tidak mau mencari bantuan atas masalah seksual tersebut.
Hal yang disebutkan terakhir biasanya jadi penyebab pasangan mengakhiri pernikahan. Jika pihak yang memiliki masalah disfungsi ereksi atau sakit pada Miss. V bertahun-tahun tidak mau meminta bantuan profesional, hingga akhirnya kehidupan seks pun terhenti, apatisme bisa muncul. Apatisme itu sudah jauh lebih buruk dari marah. Marah masih menandakan pasangan itu peduli. Sedangkan apatis, artinya pihak yang dikecewakan tidak mau lagi peduli.
Pihak yang tidak memiliki masalah seksual bisa berubah menjadi apatis saat mereka merasa sudah terlalu lama menunggu pasangannya minta bantuan profesional. Pihak tersebut merasa kebutuhannya sudah tidak dipedulikan begitu lama sehingga mereka tidak percaya lagi pada pasangannya.(wolipop.com)
Posted by Anggar Tombak
on 22:43. Filed under
Khusus Kawand Dewasa
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response