Seni Sena
Malam
itu, malam minggu setelah aku dan keluarga selesai menunaikan ibadah sholat Maghrib.Kami
selalu menghabiskan waktu akhir pekan untuk berkumpul keluarga, “thuthliut…”
suara televisi menyala. Sena dan Ayahmenonton televisi sedangkan Ibu dan aku
sibuk di dapur menyiapkan makan malam untuk kami. Sena, Bima Sena seorang anak
laki-laki berumur 4 tahun dan selang umurnya dengan ku terpaut 20 tahun. Dia
sangat gemar corat-coret.
“Ayah…ayah...,
boleh ga aku coret-coret tembok tetangga?” tanya Sena polos. Ayah melihat mata
Sena beberapa menit, lalu mengalihkan pandangannya ke sekitar ruang keluarga.
Sambil
menatap mata Sena, Ayah berkata “Sena..Sena..Sena..sayang, lihat tembok ruangan
ini…ini semua coretan tangan siapa?” lalu menunjuk ke
beberapa coretan yang ada.
“Coretan
tangan ku yah…bagus kan yah, artistik gitu loch !!” jawabnya, “tau dari mana
dia kata artistik?” tanya ayah dalam hati.
“Dengar
adik mu itu, bilang coretannya artistik…pintar sekali dia bisa tau bahasa
setinggi itu untuk seumurnya?tanya Ibu kepada ku.
“Shane
juga bingung, siapa yang memberitahunya” jawab ku, “kluthik…kluthik…” suara
kesibukan dapur sampe selesai di meja makan.
“3
hari lalu waktu Sena gambar wajah Ayah di tembok samping rumah…kata Ayahartistik
gambarnya, Ayah lupa ya? Sena aja ingat kok” jawab Sena percaya diri.
“Iya,
itu karena Sena gambar wajah Ayah lebih ganteng dari aslinya, tapi kalo yang di
ruangan ini coretan apa? Ayah ga paham sama bentuknya” jawab Ayah sambil
menggaruk garuk kepalagara-gara belom keramas sedikit memuji karyanya. Padahal
Sena menggambar itu 3 minggu yang lalu, Ayah juga ga sadar kalo dia digambar 3
minggu yang lalu, yang satu masih sangat anak-anak, si Ayah sudah beranjak tua.
Aku dan Ibu menghampiri Sena dan Ayah yang sedang asyik mengobrol.
“Ibu,
Ayah pintar sekali si Sena bisa mengingat ucapan 3 minggu lalu…waktu Ibu
mengandung Sena, Ibu ngidam apa? Tanya ku penasaran.
“Saat
mengandung kalian berdua Ibu mu tidak ngidam apa-apa, tapi dia selalu baca
resep makanan” jawab Ayah serius. “Ah serius lah yah, bagaimana bisa baca resep
makanan jadinya otak cerdas?”“Karena Ibu baca resep makanan yang banyak
mengandung omega 3” timpal Ibu, kemudian keduanya tertawa.
“Ayah
jadi tanya aku tidak?” saut Sena karena dia ingin diperhatikan, “iya iya anak
ku, gambar apa itu?”tanya Ayah.
“Ayah,
itu bukan gambar” jawabnya, “lantas itu apa?” tanya Ayah semakin bingung, dan
lagi sambil garuk garuk kepala bukan karena bingung tapi karena gatal.
“itu
coretan tangan Sena”,
“Apa
bedanya nak, antara gambar sama coretan?”.Aku dan Ibu hanya menonton televisi
sambil mendengar sayup-sayup obrolan mereka berdua.
“Kalo
gambar itu berupa bentuk suatu benda, tapi kalo coretan itu hanya garis yang
terhubung dari titik satu ke yang lain yah…itu bedanya”. Dengan refleks yang
sama kita bertiga kecuali Sena saling menjatuhkan pandangan dan saling membalas
pandangan kemudian bertanya dalam hati.
“Umur
dia baru 4 tahun, dari mana dia bisa menjawabnya. “Sen, bagaimana bisa kamu
menjelaskan itu” tanya Ibu, “karena Ibu banyak memberiku omega 3, jadi otak ku
berbicara kepada mulutku untuk mengatakan itu”.
“Sena…kami
bangga punya kamu di keluarga kecil ini” ucap kami kepadanya.
“Allahuakbar…Allahuakbar…”
suara adzan isya berkumandang. “Udah adzan Isya, Ayo ambil air wudhu kita
sholat berjama’ah lagi” ajak Ayah.“Kita berdoa supaya apa yang kita impikan
bisa tercapai…Sena pengen kan coretannya jadi lebih artistik?Mbak Shane juga
pengen kerjaan nya lancar…jadi kita harus berdoa setelah kita berusaha sekuat
tenaga kita” saut Ibu.“Iya bu” jawab Sena dengan suara empuknya.
Beberapa
menit telah berlalu, “sekarang kita makan malam !!!” teriak Ayah seraya
mengajak kita menikmati masakan omega 3 Ibu. Lahap Sena mengahbiskan
makanannya, akupunjuga tak mau kalah dengannya.Ayah yang memiliki porsi makan
sangat banyak juga tidak mau kalah.Ibu yang memasaknya terlihat sangat pelan
memakannya sambil tersenyum melihat kita bertiga makan dengan sangat lahap.
“Kenyaaaaaaaaaaaaaaang…Ibu
makasih buat makanan untuk malam ini” kata kita bertiga sambil menepuk nepuk
perut. Waktu pun berlalu hingga jam malam untuk Sena habis, artinya Sena harus
tidur dan memimpikan apa yang ingin dia raih ketika dia dewasa kelak.
“Sena,
ayo cuci kaki, tangan, dan gosok gigi” ajak ku “ayooooooo !!”.
Jam
menunjukkan pukul 20.30, aku selalu menemani Sena sampai Sena tertidur. Waktu
itu Sena bertanya pada ku, “mbak Shane dulu waktu kecil cita-citanya jadi apa?”
tanya nya polos.
“Waktu
mbak Shane kecil, mbak Shane suka menghitung jadi saat itu impiannya pengen
belajar menghitung sampe selesai sekolahnya” “trus kalo menghitung cita-citanya
jadi apa?” timpalnya. “Mbak Shane pengen bekerja di bidang yang membutuhkan
hitung-menghitung” jawab ku.“Bukannya semuaharus ada hitung-menghitung ya
mbak?” lagi-lagi dia sangat cerdas.“Iya, tapi sekarang mbak bersyukur karena
mbak bisa selesaikan sekolah mb yang hitung-menghitung dan mbak bekerja di
bidang khusus hitung-menghitung”.
“Iya
aja deh mbak…mbak Shane…mbak Shane…”panggilnya, maklum kita satu kamar Karena
dia takut tidur sendirian disamping memang rumah kita hanya ada 2 ruang tidur.
“dek Sen…dek Sen…” jawab ku, “Mbak doa in aku ya biar aku bisa meraih impian ku
dan meraih cita-cita ku saat aku sebesar mbak Shane” mintanya dari hati. “Pasti
dong, mbak selalu berdoa buat Sena supaya Sena bisa mewujudkan impian Sena dan
meraih cita-cita Sena” jawab ku sambil mengahmpiri dan mencium kening adik ku
satu-satunya.
“Makasih
mbak Shane ku sayang” jawabnya lugu…
“Ngomong-ngomong…emang
apa impian dan cita-cita Sena?”Tanya ku penasaran.
“Mau
tau aja, atau mau tau banget hayoooooo…”godanya. “Mau tau buangeeeeeet” jawab
ku semakin penasaran.
“Kasih
tauuuuuu ga yaaaaaa??” jawabnya sambil menarik selimutnya. “Huh, pelit…ya sudah
tidur sana dah malem..Met bobo Sena sayang” kata ku.
“Met
bobo juga mbak Shane kepoo…” jawabnya.Dasar anak jaman sekarang desah ku sambil
geleng-geleng kepala.
“kukuruyuk…petok...petok…kukuruyuk…petok…petok…”
suara ayam jantan, menandakan hari telah berganti dan minggu pagi melakukan
perannya.
“Selamat
pagiiiiiiiiiiiii Ayah dan anak-anak ku” sambut Ibu dengan nada penuh suka cita
dan semangat. “Pagiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…” saut kita bertiga.
“Yah,
Bu semalem aku mimpi aku menjadi seorang yang pandai gambar grafity, banyak
wartawan yang merumbungi aku” kata Sena.“Amiiiiiiin…” jawab kedua orang tua ku.
“Wah
keren adik ku jadi terkenal gara-gara coretan tanganya” saut ku. “Iya, besar
nanti aku pengen jadi orang yang pandai coret-coret di tembok-tembok gedunng
besar, biar orang lain melihat coretan ku yang artistik” katanya lugu.
‘Semoga
dia bisa konsisten dengan cita-citanya, agar dia bisa meraihnya kelak dia
dewasa nanti” bisik Ayah kepada Ibu dan aku.
“Jadi,
aku boleh coret-coret tembok tetangga? soalnya tembok di rumah sudah habis Sena
coret in” kata Sena anak umur 4 tahun.
“Sena,
coret-coret ga harus di tembok…bisa kamu lakukan di buku gambar, kain, atau
yang lain asal jangan mencoret-coret barang yang bukan milik kita sayang” jawab
Ibu.
“Iya
bu, kalo begitu saat aku besar nanti aku akan jual semua coret-coretan ku yang
artistik lalu uangnya akan aku beli kan gedung dengan tembok yang banyak” jawab
Sena lugu. “Nanti, mbak Shane bantu deh buat nambahin uangnya ya…” timpal ku
“makasih mbak Shane” sambutnya sambil memeluk dan mencium pipi ku.
Inilah
keluarga kecil ku yang penuh cinta dan kasih sayang dengan imipian si kecil
Sena yang ingin membeli gedung demi mengaplikasian cita-citanya menjadi seorang
grafity handal kelak dia dewasa.Cinta ku kepada mereka (Ayah, Ibu, dan Sena)
selalu membuat ku merasa beruntung terlahir di tengah-tengah setiap canda
tawanya.
Posted by Enjoy Annotation
on 21:40. Filed under
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response